Diam 1000 kata #season terakhir


Bab 8
"Ngapain kamu disini?!" Teriak Ayahku "Aku mau tidur,yah"Jawabku. "Siapa yang ngebolehin kamu tidur di sini?! Hah!" Teriak Ayahku. Aku tau pasti Ayah marah kepadaku,bukan karena tanpa sebab,Ayahku memang masih belum bisa melupakan Ibuku. Baru 1 bulan yang lalu Ibuku meninggal,makanya Ayah masih merasa kehilangan seorang Ibu. Akupun juga,tapi kalau Aku terus-menerus sedih,apa gunanya? Ibu gak akan balik lagi. Ibu sudah di pulang ke Alam sana. Aku ingin sekali menyusul Ibu,tapi nanti Ayah siapa yang mengurusi? Ayah,mengapa Ayah jadi berbeda? Ayah.. Aku rindu Ayah yang dulu.

Bab 9
"Bismillahirrohmanirrohim.." Seketika aku ingin mengaji dan tiba-tiba aku tersentak berhenti. Teringat wajah ibu yang mengajariku mengaji pertama kali,dan akupun hanya mengikuti gerak bibirnya, mengikuti dalam bisu. Aku bersyukur sekarang aku sudah bisa berbicara seperti orang normal. Walaupun sampai sekarang aku bingung mengapa tiba-tiba bisuku hilang seketika saat aku lomba hafalan?, Walaupun di hari itu pula ibuku meninggal dan Ayah ki berubah. Rasanya aku ingin kembali bisu saja kalau Ayah harus berubah dan menanggung sedih karena ditinggal ibu. Ayah, tetapi Hafidz janji suatu hari nanti jika Ayah tetap membenci Hafidz. Aku akan selalu menyayangi Ayah, dan akan terus berusaha menjadi anak yang berbakti kepada Ayah, Dan jika Ayah terus membenci Hafidz, ingatlah, Yah.. Hafidz akan terus menyayangi Ayah. Jangan tinggalkan Hafidz ya, Yah.

Bab 10 
Sekembalinya Aku dari les mengaji dekat rumah ku, yang kira-kira tinggal 10 meter lagi aku sampai rumah. Tetapi ketika Aku melihat rumahku, pada saat itu juga pikiranku sangat kacau. Karena, Aku mendapati rumah ku terbakar oleh api merah menyala. Langsung aku berlari sekencang-kencangnya walaupun rumah ku telah dekat. Rumahku pada saat itu dikerubungi oleh kerumunan warga yang membantu memadamkan api. Tak tahan lagi, air mataku pun mengalir di pipiku yang tak kusadari telah membasahi kerah baju ku. Tak tahu harus bagaimana lagi, kaki ku pun mungkin ikut merasa kesedihan yang mendalam. Karena satu-satunya kenangan yang diberikan oleh ibu hanyalah rumah itu. Seketika aku pun tersontak kaget, kemana Ayah ku? Apa masih di dalam?. Aku tanpa pikir panjang langsung berlari ke arah rumah ku yang dilalap oleh api yang ganas, yang tak tahu sudah berapa lama menghanguskan rumah ku. Aku terus berlari,yang warga pun terus menahan ku agar tidak masuk. Seraya menangis Aku pun berteriak "Dimana Ayah?! Ayaaahh!! Apakah Ayah di dalam?!! Ayaah jangan tinggalkan Hafidz sendiri!!!".

Salah satu warga yang tidak menahanku pun mendekatiku dan berkata "hafidz,tenang.. Tenanglah, Ayahmu sudah di tolong oleh warga sebelum kamu datang tadi. Ayah mu sekarang sedang pingsan di rumah salah satu warga yang menolong Ayahmu."

Wajahku yang memerah tiba-tiba kaget. Hatiku pun terasa campur aduk rasanya, antara bahagia atau sedih atau apapun yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. "Pak, dimana Ayah?" Aku langsung bertanya setelah mendengar kalau Ayahku ternyata sedang pingsan dan sedang di rumah salah satu warga. "Ayo, ikut aku" kata bapak itu yang menenangkan ku dan memberi berita tersebut.
Aku berjalan setapak demi setapak. Walaupun Aku tahu Ayah sedang berada di tempat yang aman sekarang,tetapi mengapa perasaanku tidak enak seperti ini? Apakah Ayah memanh benar tidak apa-apa? Apa yang terjadi?. "Pak kenapa rumahku bisa terbakar?"tanyaku pada bapak tersebut, "bapak juga tidak tahu, Nak. Yang bapak tahu tadi tiba-tiba rumah mu sudah terbakar seperti itu dan warga pun langsung mencari dan menolong Ayah mu".
Dan akhirnya Aku pun sampai di rumah warga itu. Aku mendapati Ayah terbujur kaku di atas kasur yang setebal 5 senti, Aku tak membayangkan kalau Ayah yang selalu merah padam setiap melihatku, sekarang Aku melihat dirinya pucat dan dingin. Itulah pertama kalinya -setelah ibu meninggal- Ayah mukanya tenang seperti itu. Tetapi walaupun muka Ayah tenang,tapi aku tidak tenang. Aku langsung menggeser orang yang duduk di sebelah Ayah ku. Aku langsung membisikkan kata-kata di telinga Ayah ku "Ayah, aku telah berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku sampai kapanpun jika ayah terus membenci aku, Aku akan terus selalu menyayangi Ayah.. Jangan tinggalkan Aku, Yah. Aku tak ingin sendiri."
Setelah aku membisikkan itu Aku pun mulai membacakan Al-Qur'an dan beberapa surat yang Aku hafal di sisi Ayahku. Mungkin ini kali pertama -jika Ayah sadar- Ayah mendengar Aku mengaji, karena selama ini yang mendengar ngaji ku hanya ibu dan guru ngaji ku. Sekalipun Ayah belum pernah dengar,karena setiap ibu mengajariku Ayah tidak ada di rumah. Entah pergi memancing ikan,entah pergi berkerja pokoknya sedang tidak di rumah. Dan setelah ibu meninggal Ayah selalu benci melihat Aku mengaji karena ibu meninggal ketika aku dan ibu baru pulang dari lomba hafalanku. Makanya Ayah tidak pernah dan mungkin tidak akan ingin melihatku mengaji.
Tapi,saat ini Ayah -yang aku tak tahu mendengarnya atau tidak- mendengarku mengaji tepat di sebelahnya. "Fabi ayyi aala irobbikuma tukadzibaan" Ayat yang berada di surat Ar-Rahman. Nikamat tuhan mana lagi yang engkau dustakan?. Arti ayat tersebut. Dan setelah aku selesai membaca surat tersebut, tangan Ayah ku mulai bergerak. Aku ketika melihat itu,aku langsung menghentikan ngaji ku dan langsung memegang tangan Ayah ku itu. "Ayahh.. Ayaah.. Bangun, Yah.. Apakan Ayah sudah sadar?". "Hafidz.. Maafkan bapakmu ini.. Bapak bukan bapak yang...."kata Ayah ku lirih,pada saat ia berbicara Ayah belum membuka matanya. "Mungkin Ayahmu ini.. Bukan bapak yang.. Baik" lanjut Ayahku "Ayah sudah menjadi Ayah yang baik sekaligus Ibu yang baik, Ayah.. Ayah adalah pahlawanku selama-lamanya.. Hafidz sayang Ayah" tak kusadari air mataku telah menetes ke pipi ku. Dan Ayah pun membuka matanya dan melihat diriku yang sedang menangis. "Kenapa? Ayah tak pantas di tangisi.. Ayah.. Ayah bukan Ayah yang pantas untuk anak yang baik seperti mu. Padahal Ayah selalu membentak mu,tapi kenapa kamu selalu baik kepada Ayah?" "Karena Ayah adalah Ayahku".
Ayahpun duduk dan langsung memelukku. Ternyata ini rasanya pelukan Ayah. Hangat,nyaman.. Tetapi juga dingin, aku pun langsung memeluk erat Ayah ku. Aku tak pernah merasakan pelukan Ayah, baru kali ini aku merasakan pelukan Ayah yang sangat aku rasakan ketulusannya. Semakin erat aku memeluk Ayah semakin aku merasakan betapa dinginnya tubuh Ayah. "Ayah sangat sayang padamu, Nak" "Hafidz lebih sayang sama Ayah, Hafidz gak mau di tinggal kedua kalinya, Ayah jangan tinggalin Hafidz.." Sambil menangis tersedu-sedu aku mengatakannya. Aku sangat takut jika Ayah meninggalkan ku. Tiba-tiba pelukan Ayah semakin lemas dan pegangannya mulai lepas,kepalanya tersender di bahuku. "Ayah? Ayah?.. Kenapa, yah? Kok ayah dingin banget??" Ketika aku melepas pelukan Ayah, Aku pun baru sadar Ayah pingsan kembali. Warga yang di dekatku pun langsung mengecek seluruh nadi Ayah. Aku semakin panik, Ayah hanya pingsan kan? Ayah baik-baik saja kan? Tadi muka Ayah tampak baik-baik saja kok. "Hafidz, jangan bersedih ya, Nak.. Bapakmu sudah tiada" Aku pun menatap nya dengan melotot "Tidak! Ayah itu kuat! Ayah tidak akan meninggalkan ku.. Ayah tadi baik-baik saja kok..!! Ayah gak boleh meninggal!" Aku pun menangis histeris dan memluk ayah sekali lagi "Ayaaahh.. Bangun Ayah! Ayah gak akan ninggalin Aku! Walaupun Ayah suka membentakku,itu lebih baik daripada Ayah meninggalkanku.. Lebih baik aku dipukuli sampai kepalaku bocor daripada harus melihat Ayah terbujur kaku di sini.. Ayaaahhh!!!" 
"Sudah, Nak Hafidz.. Yang tenang,sabar.. Semua cobaan pasti ada hikmahnya. Allah itu maha adil dan Ingat kan? Allah maha penyayang.. Jika Ayah dan Ibumu meninggalkanmu,ingat ada Allah yang selalu di sisimu dan tidak akan meninggalkanmu jika kamu selalu di sisi-Nya juga" itulah kata-kata guru ngaji ku yang selalu aku ingat dan hafal hingga sekarang.

Setelah 15 tahun kemudian..
Aku sekarang sudah menikah dengan seorang wanita yang sangat Aku cintai. Dialah Sekar, sang wanita yang mencintai ku juga. Dia sudah sangat hafal dengan ceritaku ini, cerita yang selalu membawa ingatanku kembali ke masa-masa itu. Sekarang Aku sudah mempunyai 2 anak Muhammad dan Fathimah. Dialah bagaikan malaikat kecilku yang menghiburku ketika Aku lelah setelah pulang kerja. Aku sakarang sudah bahagia, dan aku tak akan pernah melupakan itu semua. Aku akan selalu mendekapnya, memeluknya erat-erat ingatan itu. Dan ku ingat semua, Ayah dan Ibu.. Ya Allah, ampunilah kedua orang tua ku, dan sayangilah mereka seperti mereka mengurus hamba masih kecil.. Amin


Tamat

Komentar