Meneladani Kisah Ibunda Para Ulama dalam Mendidik Anaknya

 

Meneladani Ibunda Para Ulama dalam Mendidik Anaknya

Kemarin di postingan terakhir di blog ini yang tentang kisah semangatnya para ulama dalam menulis ilmu ada yang komen,

Saya jadi penasaran, bagaimana orang tua para ulama dalam mendidik anaknya. Pasti mereka adalah orang-orang yang hebat


Kira-kira seperti itulah komennya. Dan itu membuat saya menjadi terpikirkan ide untuk menuliskan kisah-kisah ibunda para ulama dalam mendidik anak-anaknya hingga bisa menjadi teladan umat. Karena tentunya peran orang tua disini sangat besar dalam menghasilkan anak yang sedemikian rupa.

Syariat agama islam yang mulia memberikan perhatian besar terhadap tarbiyah awlad(pendidikan untuk anak). Ayah dan Ibu sama tanggung jawabnya, sama-sama bertanggung jawab dalam urusan mendidik anak ini.

Akan tetapi, dalam prakteknya seorang ibulah yang mengambil porsi lebih banyak dalam peran ini. Terkhusus nya lagi dalam awal-awal kehidupan sang anak. Terutama ibu yang banyak menghabiskan waktu bersama anak-anaknya di rumah, yang umumnya biasanya seorang ayah bekerja di luar mencari nafkah.

Ibu merupakan sosok yang paling melekat di benak anak-anaknya, paling semangat pula memberikan nasehat untuk putra-putrinya. Karena ibu yang paling sering berkumpul dengan anak-anaknya dibandingkan ayahnya, maka pengaruh ibu sangatlah besar.

Berkata al-Imam al-Mawardi rohimahullah, "Para ibu itu lebih penyayang dan lebih besar cintanya kepada anak. Karena mereka yang merasakan (mengandung kemudian) melahirkan dan merawat anak-anaknya (terutama dari awal kehidupan anak), maka mereka itu lebih lembut kalbunya dan lebih lunak jiwanya kepada anak."(Adabud Dunya wad Din , hal 150)

Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Masa depan umat itu tergantung padanya.

Dan tentunya tugas tarbiyah(mendidik) ini tidaklah mudah. Orang tua, terutama ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya haruslah menjadi teladan yang baik juga bagi anak-anak mereka.

Pada diri seorang ibu terutama, haruslah ada sifat-sifat utama seperti dia seorang wanita yang sholihah, taat kepada Rabbnya dan kepada suaminya dalam rangka mencari rida Rabbnya, menjaga kehormatannya, menjadi qudwah hasanah(teladan yang baik) bagi anak-anaknya, menunaikan apa yang Allah subhanahu wa ta'ala wajibkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.

Sejarah islam banyak menggoreskan cerita-cerita para ibunda teladan yang berperan mencetak putra-putra mereka menjadi manusia-manusia hebat, dengan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala semata. 

Tugas Tarbiyah ini tidaklah mudah. Maka untuk menjadi madrasah pertama yang sukses, pada diri seorang ibu harus ada sifat-sifat utama seperti, dia adalah seorang wanita yang sholihah, taat kepada Rabbnya dan suaminya dalam rangka mencari rida Rabbnya, menjaga kehormatannya, bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, menunaikan apa yang Allah ta'ala wajibkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya

 

Baca Juga : Kisah Semangat Para Ulama dalam Menulis Ilmu


Kisah Ibunda Zaid bin Tsabit rohimahumallah : Seorang Ibu yang Cerdik dalam Mengetahui Kelebihan Anaknya

Andai jika para ibu bisa menangkap kelebihan anaknya lebih dini sebelum berlalu waktu yang amat panjang, pasti waktu tak akan terbuang percuma tanpa manfaat.

Kita memiliki contoh seorang ibu yang bernama An-Nawwar bintu Malik, ibunda dari sahabat yang mulia Zaid bin Tsabit. Ayahnya terbunuh pada perang Bu'ats, Lima tahun sebelum hijrah.

Zaid yang saat itu masih kecil sudah merindukan ikut berjihad bersama para mujahidin. Akhirnya dia pun mencoba ikut serta dalam perang Badar, sontak saja manusia yang sangat penyayang Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menolaknya, dengan alasan yang dimaklumi, dikarenakan usianya yang masih sangat muda. Khawatir dia tidak sanggup membawa beban-beban peperangan.

Pulanglah Zaid dengan kesedihan dihadapan ibunya dengan kesedihan yang mendalam. Ketika ibunda nya menyaksikan anaknya sedang bersedih, tidak cukup hanya ucapan menghibur seperti "sabar ya, nak. Usiamu kan memang bekum pantas untuk ikut berperang.. kamu harus menerima, jangan bersedih.. masih ada kesempatan di waktu mendatang..", atau ucapan semisalnya.

Ibunda Zaid tentunya tidak berucap demikian. Namun, beliau melihat kelebihan pada putranya yang dengan itu dia bisa membangkitkan semangat putranya.

Sang ibu melihat kelebihan itu merupakan peluang bagi Zaid untuk mewujudkan mimpinya turut berperan menolong agama Allah ta'ala.

Kemampuan apakah itu?

Pandai membaca, memahami dan menulis merupakan kelebihan yang ada pada diri Zaid. Selain dia memiliki banyak hafalan ayat-ayat Al-Qur'anul Karim, ini dengannya dia bisa melampaui orang-orang selainnya.

Demikian kecerdasan seorang ibu melihat kelebihan pada anaknya, maka ketika tertutup satu pintu, dia bukakan pintu yang lainnya untuk putra kecilnya tersebut.

Di kemudian hari Zaid di bawa kehadapan Rasulullah shollollahu 'alaihi wasallam. Dikatakan kepada Rasulullah "Anak ini dari Bani Najjar. Dia telah selesai membaca 17 surat al-Quran." Kemudian, Rasulullah pun menguji kemampuan Zaid, dan ternyata Rasulullah pun kagum memdengar dan melihat kemampuan Zaid. Lalu beliau bersabda "Pelajarilah tulisan orang Yahudi. Karena aku merasa tidak aman dengan mereka."

Bahagia tentu yang dirasakan Zaid, beroleh misi khusus dari sang junjungan.

Kurang dari setengah bulan atau 17 malam, Zaid telamg mengerti bahasa Yahudi. 17 hari berlalu, Zaid telah menyempurnakan pelajaran bahasa Yahudinya dan menguasai dengan baik.

Setelah itu Rasulullah shollollahu 'alaihi wasallam menjadikan Zaid sebagai juru tulis beliau. Jika ada surat yang ingin disampaikan kepada orang-orang Yahudi, Zaid yang menuliskannya. Dan sebaliknya, bila ada surat dari Yahudi, Zaid yang membacakannya.

Zaid juga seorang penulis wahyu. Cukuplah itu sebagai kemuliaan baginya. Dan kemuliaan itu terus berlanjut sampai sepeninggal Rasulullah shollollahu 'alaihi wasallam.

Hingga masa khalifah Utsman bin Affan rodhiyallahu 'anhu. Zaid ditugaskan bersama Abdullah bin az-Zubair al-Qurasyi, Said ibnul ash al-Qurasyi dan Abdurrahman ibnul Harits ibnu Hisyam, untuk menyalin al-Quran dalam lembaran-lembaran untuk kemudian menjadi rujukan yang satu.

Jadilah Mushaf Utsmani.

Betapa cemerlangnya pencapaian sang pemuda, betapa besar kemanfaatannya yang dipersembahkan untuk umat islam. Semua itu merupakan buah yang dihasilkan oleh ibu yang sholihah, an-Nawwar bintu Malik, beliau sanggup dengan izin dan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala.



Kisah Ibunda Sufyan Ats-Tsauri rohimahumallah : Seorang Ibu yang Mengusahakan Anaknya untuk Belajar Ilmu Syar'i

Sufyan Ats-Tsauri, tokoh besar muridnya tabi'in dan paling mirip adabnya dengan mereka. Beliau juga digelari Syaikhul Islam, imamnya para penghafal hadits, tokohnya para ulama di zamannya dan seorang ahli ijtihad.

Sufyan Ats-Tsauri telah menuntut ilmu dari usia belia dengan arahan sang ayah. Selain ayah, di belakang imam yang agung ini ada seorang ibu yang mukminah yang sholihah, yang wara' dan zuhud. Ibunya ini turut mencurahkan kesungguhan mendidiknya dan membantu menafkahi hidupnya, serta mendorongnya untuk terus menuntut ilmu.

Sufyan menggambarkan sendiri kisahnya tentang hal tersebut, tatkala ia sedang ingin serius belajar ilmu agama, ia berkata "Ya Rabbku, untuk menuntut ilmu aku butuh biaya, sementara aku melihat ilmu itu akan hilang karena semakin berkurangnya waktu".

Maka Sufyan berkata "Aku akan fokuskan diriku untuk menuntut ilmu dan memohon kepada Allah ta'ala kecukupan dalam urusan rezeki"

Sufyan bimbang, jika dia menuntut ilmu dia juga butuh modal dan bekal. Jika mencari modal dan bekal, tentu tidak bisa fokus belajar. Ternyata Allah subhanahu wa ta'ala mengabulkan permohonannya lewat sang ibu.

Ibunda Sufyan berkata, "Wahai anakku! Carilah ilmu, ibu akan mencukupi kebutuhanmu selama menuntut ilmu dengan usaha memintalku"

Ibunda Sufyan yang pandai menenun mengumpulkan uang dengan usahanya tersebut. Dan uangnya dipergunakan yang diantaranya untuk menafkahi anaknya guna membeli kitab-kitab dan kebutuhan belajar lainnya.

Tujuan mulia sang ibunda agar Sufyan bisa fokus belajar tanpa harus memikirkan penghidupannya.

Seringkali ibunda menyampaikan arahan dan nasihat kepada sang putra sebagai hasungan dalam memperoleh ilmu.

Diantara wejangan sang ibunda suatu waktu,
"Wahai anakku! Ambillah uang 10 dirham ini dan pelajarilah 10 hadis. Apabila engkau melihat 10 hadis tersebut merubah cara duduk dan jalanmu serta cara berbicaramu dengan orang-orang maka teruslah engkau belajar. Ibu akan membantumu dengan tenunan ini. Jika tidak ada perubahan pada dirimu, maka tinggalkan, karena ibu takut akan menjadi musibah bagimu di hari kiamat"

Ibu yang cerdas ini tidak hanya menghasung untuk menghafal hadis, bahkan membimbingnya dengan ilmu yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah ta'ala yaitu beramal dengan ilmu dan takut kepada-Nya dalam keadaan sunyi ataupun tampak.

Menjelmalah Sufyan menjadi seorang alim yang beramal dengan ilmunya.

Al-Mutsanna ibnu Shabah rohimahullah memujinya, "Sufyan adalah seorang alim dari umat ini dan ahli ibadahnya"

Syu'bah rohimahullah berkata, "Sufyan mengungguli manusia dengan wara dan ilmu"

Satu nasihat Sufyan Ats-Tsauri dari sekian banyak ucapannya yang menginspirasi, katanya:

"Sepantasnya orang tua memaksa anaknya untuk mempelajari hadis Rasulullah, belajar Ilmu syar'i, karena dia akan ditanya tentang anaknya"

Ada banyak kisah Ibunda para Ulama yang sangat mengesankan yang patut untuk diceritakan, cuma mungkin kedua kisah ibunda itu dulu yang saya bisa ceritakan disini. 

Mungkin selanjutnya akan ada part dua nya untuk menceritakan bagaimana sih, parenting atau tarbiyah ibunda nya para ulama hingga menghasilkan anak yang sangat menjadi teladan umat.

Refrensi : 

Al-Quranul Karim.

Aimmatul Arba'ah, karya Dr. Mushtafa Asy-Syak'ah

Siyar A'lamin Nubala, karya Al-Imam Adz-Dzahabi

Madrasah Pertama Aimmatul Huda, karya Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

dll.


Sumber gambar : unsplash.com

Komentar

  1. Menjadi ibu itu memang sebaiknya yang paling mengenal dan memahami potensi anak kita ya
    Bagaimanapun penilaian orang, ibulah yang paling mengenal anaknya sendiri
    Semoga kita bisa menjadi ibu yang baik dan meneladani kisah-kisah baik seperti ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, semoga kita bisa menjadi ibu yang baik buat anak-anak kita.. Aamiin

      Hapus
  2. Ternyata potensi zaid bin tsabit justru terasah karena wejangan ibunya ya, kalau gak salah imam syafi'i pun punya dukungan dari ibunya cuma agak lupa kisahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa kak.. Imam Syafi'i juga maasyaAllah atas izin Allah kemudian ibunya juga yang mendukung Imam Syafi'i selama dia menuntut ilmu

      Hapus
  3. Jadi penasaran deh saya. Ada gak ya buku parenting yang khusus menceritakan tentang hal ini. Karena menarik banget, lho. Saya mau coba googling. Siapa tau ada bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau untuk cerita khusus Ibunda para ulama yang menjadi madrasah pertama buat anaknya ada mba bukunya.. Tetapi, untuk ilmu parenting dari sisi islam saya juga belum tahu mba.. hehe

      Hapus
  4. makasi untuk berbagi ceritanya mba, ada beberapa nama yang baru saya baca juga. kalau soal ibu dan perempuan, saya tentu paling suka dengan ibunda Rasulullah dan kisah Khadijah. ah iya satu lagi, kisah tentang Salamah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya mba, sama sama.. semoga ceritanya bermanfaat yaa :D bisa menambah wawasan kita dalam kisah-kisah para ulama

      Hapus

Posting Komentar